A Kesimpulan. Amr tetap mengandung arti wajib, kecuali apabila amr tadi sudah tidak mutlaq lagi, atau terdapat qorinah berubah pula, yakni tidak menunjukkan wajib, tetapi menjadi bentuk yang menunjukan sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya. Nahi tetap mengandung arti mencegah tapi menurut istilah lafaz yang menyuruh kita untuk Contoh penggunaan kaidah amar dan nahi. Para Ulama Ushul menetapkan sejumlah kaidah yang berhubungan dengan amr: 1) Suatu perintah selalu menunjukkan pada hukum wajib kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Pemahaman isi disepakati para ahli bahasa. Misalnya perintah yang menunjukkan untuk wajib Selainitu, amar makruf nahi mungkar merupakan prinsip dasar agama Islam yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT dalam al-Qur'an: وَلْتَكُن Kaidahamar dan nahi Pengertian kaidah amar Amar tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kata amar secara etimologi artinya suruhan, perintah dan A Pengertian Dakwah. Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a – yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil[1]. Di antara makna dakwah secara bahasa adalah: - An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan mengundang fulanah. Ataudengan kata lain, apakah amar tentang sesuatu sama dengan nahi terhadap lawan sesuatu itu. Dalam contoh larangan untuk bergerak apakah berarti disuruh untuk diam. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat. Kaidah-kaidah Fikih. Artha Rivera: Jakarta. Syarifuddin, Amir. 1999. Ushul Fiqh I. Logos Wacana Ilmu: Jakarta . Artikel Terkait Dalamkehidupan sehari-hari terkadang kita sulit memahami kata yang bersifat umum/’am, tetapi juga sering menjumpai kata-kata yang sudah jelas maknanya, tegas, dan terbatas. Kata tersebut dalam ushul fiqih disebut khas.Oleh karena itu, pemakalah akan mencoba menjelaskan tentang kaidah ushul fiqih bagian amar, nahi dan ‘am, khas. Harapan Melaluikaidah-kaidah Ushul akan diketahui nash-nash yang syara’ dan hukum-hukum yang ditunjukkannya. masalah Amar dan Nahi. Ayat-ayat hukum dalam Alqur’an dalam menyampaikan ajaran Allah dan begitu juga sunnah rasulullah ada yang berbentuk Amar (Perintah) dan Nahi (Larangan). Dari kedua ayat inilah terbentuk hukum-hukum, seperti wajib, h8AQ. Jika sebelumnya sudah membahas fi’il amr, pada kesempatan kali ini akan membahas fi’il nahi. Memang belajar bahasa Arab beserta aturannya tidak semudah bahasa Indonesia, sahabat muslim harus mencari harokat yang pas agar tidak salah makna. Apalagi jika di pesantren, kemampuan ini harus jadi nomor satu. Simak penjelasan lengkapnya dari awal hingga akhir ya! PengertianSighat Fi’il NahiKaidah-Kaidah yang Perlu DiketahuiMenuntut Adanya TahrimApabila Larangannya Tidak Tegas, Justru Itulah yang Sangat HaramLarangan Syar’i Berlaku untuk KeseluruhanPerintah dengan Bentuk Khobar BeritaLarangan itu Menunjukkan KerusakanShare thisRelated posts Amr adalah perintah, sedangkan nahi kebalikannya, berbentuk masdar kata dasar – نھي- ینھي Baca Juga Contoh Fi’il Amr نھیا yang artinya adalah melarang atau mencegah. Pengertian luasnya yaitu ungkapan yang datang dari orang yang kedudukannya lebih tinggi kepada yang lebih rendah agar suatu perbuatan tersebut tidak dilakukan. Tapi dalam ilmu Al-Qur’an, definisinya bisa menjadi lebih sederhana lagi, yaitu tuntutan untuk meninggalkan atau mencegah melakukan suatu pekerjaan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik benang merah bahwa nahi harus berupa tuntutan untuk meninggalkan yang ditandai dengan adanya sighat bentuk kalimat larangan. Sighat Fi’il Nahi Sebelum membahas lebih jauh, sahabat muslim harus memahami bahwa sighat adalah bentuk kalimat, ungkapan, ucapan atau lafal yang ditinjau dari segi maknanya tempat dan waktunya. Nahi juga sama seperti Amr yang memiliki beberapa sighat, di antaranya adalaah Menggunakan fi’il mudhori yang akan dikerjakan, karena tidak mungkin kan melarang yang sudah dikerjakan? Pun harus ditambah dengan lam nahi untuk meyakinkan bahwa kalimat tersebut adalah sebuah larangan. Contohnya adalah kata ولا تقربوا janganlah mendekati dalam surat Al-Isra’ ayat 32 وساء سبیلا ولا تقربوا الزنا إنھ كن فا حش Apabila bentuk nakirah bentuk asli tanpa adanya perubahan mengandung nahi, maka hal tersebut merujuk pada sesuatu yang bersifat umum. Misalkan dalam surat An-Nisa’ ayat 36 terdapat kalimat ولا تشركوا yang artinya adalah janganlah berbuat musyrik menyekutukan Allah termasuk kalimat yang umum digunakan. Sehingga makna dari ayat وعبدوا لله ولا تشركوا بھ شیئا . adalah menegaskan untuk tidak menyekutukan Allah dalam bentuk apapun. Sampai sini paham kan? Terkadang juga berbentuk lafaz nahi وینھي seperti yang ada di surat An-Nahl ayat 90 yaitu القحشاء والمنكرعنوینھي Larangan juga terkadang berbentuk sebagai sebuah pernyataan atau kabar berita, contohnya adalah حرمت علیكم أمھا تكم وبنا تكم yang artinya adalah diharamkan atas kamu semua ibu-ibu kamu dan anak-anak kamu. Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah bentuk kalimat larangan bisa bermacam-macam. Baik itu ditambah lam nahi pada kalimat fi’il mudhori, berbentuk pernyataan umum, terdapat kalimat yang “nahi” dan pernyataan/berita. Sahabat muslim harus paham betul akan hal ini. Baca Juga Contoh Fi’il Mudhari Kaidah-Kaidah yang Perlu Diketahui Memahami tata bahasa dalam Al-Qur’an memang tidak bisa sembarangan, harus ada rambu-rambu atau nash yang diperhatikan. Sama halnya dengan fi’il amr, nahi juga mempunyai beberapa kaidah di antaranya adalah Menuntut Adanya Tahrim Nahi menuntut adanya tahrim disegerakan, terus menerus dan selamanya, karena hakikatnya, larangan merupakan sebuah hukum haram yang bisa saja menjadi halal apabila ada dalil qarinah yang menunjukkan. Contohnya dalam surat Al-An’am ayat 6 yang mana Allah melarang riba sampai kapan pun, ولا تأ كلوا الربا أضعا فا مضا عفھ ولا تمش في الأرض مرحا . Apabila Larangannya Tidak Tegas, Justru Itulah yang Sangat Haram Contoh dari kaidah kedua ini sudah banyak yang mengetahui, yaitu dalam surat Al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi ولا تقربوا الزني. Artinya yaitu “dan janganlah Kamu mendekati zina”, kata “mendekati” di sini tidak jelas seperti apa bentuk perbuatannya, apakah itu pacaran atau lainnya. Namun yang perlu dipahami, mendekati saja tidak boleh apalagi melakukannya. Baca Juga ; Tashrif Fi’il Majhul Larangan Syar’i Berlaku untuk Keseluruhan Hampir sama dengan amr ketika Allah memerintahkan sesuatu untuk tidak dilakukan maka harus dipenuhi dan berlaku untuk semuanya, kecuali jika ada pengecualian. Contohnya adalah Allah melarang umatnya memakan anjing semua bagian tubuhnya. Sebagaimana dalam surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi حرمت علیكم المیتة و الدمولحم الخنزیر وما اھل لغیر لله. Pada ayat tersebut maksudnya Allah adalah mengharamkan anjing untuk dimakan, baik itu daging, darah atau segala hal yang melekat padanya. Perintah dengan Bentuk Khobar Berita Dalam ilmu balaghah ada yang disebut dengan kalimat insya’ perkiraan sehingga tidak bisa dikatakan benar atau salah, dan khobar baru benar ketika sudah terbukti secara nyata. Nah dalam kaidah nahi, apabila kalimatnya seperti memperkirakan sesuatu relatif namun disampaikan dalam bentuk berita, maka ini menuntut untuk segera dilakukan. Contohnya adalah larangan Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 197 yang berbunyi فلا رفث ولفسوق ولا جدال في الحجا. Artinya adalah ketika ibadah haji itu tidak boleh berkata jorok ataupun bertengkar. Nah definisi berkata jorok tidak menentu, dalam artian tidak ada patokan khusus suatu kata bisa dikatakan “jorok”, tergantung di mana seseorang itu tinggal dan bagaimana budayanya. Namun, justru inilah yang sangat ditekankan dan harus dijauhi. Baca Juga Contoh Isim Mu’rab dan Isim Mabni Larangan itu Menunjukkan Kerusakan Sama dengan kaidah haram, apabila Allah sudah melarang tapi diingkari, maka akan mendapatkan dosa. Oleh karena itu, tidak bisa sembarangan menganalisis nahi dalam Al-Qur’an, harus memperhatikan makna ketegasan di baliknya. Baca Juga Huruf Isim Maushul Sahabat muslim sudah pahamkan mengenai pengertian, bentuk kalimat dan kaidah apa saja yang melekat pada fi’il nahi? Jika sudah, carilah bagaimana contohnya di dalam Al-Qur’an, analisis kira-kira masuk kaidah yang mana. Dengan cara ini, sahabat muslim akan lebih paham tentang ilmu nahwu shorof yang sebenarnya mengasyikkan. Pemuda Muslim Yang Selalu Memperbaiki Hati dan Diri Programmer Blogger Desainer AMAR DAN NAHI, 8112010 A. AMAR Di dalam ushul fiqih, ada banyak sekali kaidah yang banyak digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan hokum sys’i. beberapa kaidah ushul fiqh adalah amar dan nahi. 1. Pengertian Menurut bahasa, amar berarti suruhan, perintah, sedangkan menurut istilah adalah Suatu lafadz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada irang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak. 2. Bentuk-bentuk Amar Lafadz yang menunjukan kepada perintah sebagaimana dimaksudkan dalam pengertian di atas dinyatakan dalam beberapa bentuk, yaitu 3. Kaidah-kaidah Amar Kaidah-kaidah amar ialah ketentuan-ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hokum. Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu Kaidah pertama Pada dasarnya amarperintah itu menunjukan kepada wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya qaninah. Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib diperbuat. Tapi dalam perkembangannya amar itu bisa dimaksudkan bukan wajib,antara lain seperti berikut ini 1. Nadab anjuran sunah,seperti 2. Irsyad membimbing atau memberi petunjuk,seperti 3. Ibahah boleh dikerjakan dan boleh ditinggal,seperti 4. Tahdid mengancam atau menghardik,seperti 5. Taskhir menghina atau merendahkan derajat,seperti 6. Ta’jiz menunjukan kelemahan lawan,seperti 7. Taswiyah sama antara dikerjakan atau tidak,seperti 8. Takdzib mendustakan,seperti 9. Talhif membuat sedih atau merana,seperti 10. Doa permohonan,seperti Kaidah kedua “Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan” Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula dilarang ,lalu datang perintah mengerjakan , maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi bersifat membolehkan . seperti Firman Allah swt. “apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia allah{ 6210}” Dengan demikian perintah bertebaran dinuka bumi,seperti kata ayat diatas, hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan. Kaidah ketiga “Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan” Misalnya tentang haji seperti firman Allah swt. Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji.{ QS. Al-haji/ 2227} Dalam hadist Nabi saw dinyatakan Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu{ untuk melaksanakan }haji, maka berhajilah kamu. Kaidah Keempat pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan{berkali-kali mengerjakan perintah}. Misalnya dalam ibadah haji , yaitu satu kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan,maka harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan. Menurut ulama, qarinah dapat dikelompokan menjadi 3 1 Perintah itu dihubungkan dengan syarat,seperti wajib mandi setelah junub. 2 Perintah itu dihubungkan dengan illat,seperti hukumm rajam kalau melakukan zina. 3 Perintah itu dihubungkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu shalat. Kaidah Kelima Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya. Maksud kaidah ini adalah bahwa perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud,tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu, seperti kewajiban mengerjakan shalat. 4. Pengertian Nahi Menurut bahasa An-nahyu berarti larangan. Sedangkan menurut istilah ialah “larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang-orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya.” 5. Bentuk-Bentuk Nahi. Pernyataan yang menunjukan kepada nahi itu ada beberapa bentuk a. Fi’il Mudhari yang disertai dengan La An-Nahiyah Janganlah berbuat kerusakan di bumi.{ /2;11} b. Lafadz-lafadz yang memberi pengertian haram atau perintah meninggalkan suatu perbuatan. “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. { 2285}” 6. Kaidah-Kaidah Nahi Kaidah Pertama menurut Jumhur Pada dasarnya kaidah itu menunjukan haram. Seperti”Dan janganlah kamu mendekati zina{ / 1732}” Alasan dipakai Jumhur. 1 Akan dapat memahami bahwa sigat bentuk anhi itu menunjukan arti yang sebenarnya,yaitu melarang 2 Ulama salaf memahami sigat nahi yang bebas dari qarinah menunjukan larangan. Sebagian ulama lain berpendapat” Pada dasarnya larangan itu menunjukan makruh” Menurut kaidah ini ,nahi bermakna sesuatu yang dilarang itu adalah tidak itu tidak selalu bermakna haram ,tetapi makruh. Sebab makruh lah pengertian yang pasti. Sigat nahi selain menunjukan haram ,sesuai dengan qarinahnya juga menunjukan beberapa arti ,antara lain sebagai berikut 1 Bermakana Karaah, seperti “jangan kamu shalat diatas kulit onta yang di samak” 2 Bermakna Doa, seperti”Ya tuhan kami,janganlah engkau hokum kami jika kami lupa{Q>S al-Baqarah / 2286}” 3 Bermakna Irsyad , memberi petunjuk , mengarahkan,seperti”janganlah kamu menanyakan{kepada nabimu} hal-hal yang jika diterangkan kepadamu,{justru}menyusahkanmu{QS. Al-Maidah / 5101}” 4 Bermakna Tahqir ,menghina,seperti”jangan sekali-kali engkau{muhamad} tujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan.{QS. Al-Hijr / 1588}” 5 Bermakna Bayan Al-aqibah ,seperti” dan jangan sekali-kali kamu mengira orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati{QS Al-imran / 6 Ta’yis menunjukan putus asa seperti” janganlah kamu mengemukakan alasn pada hari ini{QS Al-tahrim / 667}” 7 Tahdid, seperti”janganlah kamu taati perintahku” Kaidah Kedua “larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya”.Misalnya pada kalimat” janganlah kamu mempersekutukan Allah” Larangan mempersekutukan Allah berarti perintah untuk mentauhidkan-Nya. Kaidah Ketiga “pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu” Jadi larangan yang tidak dikaitkan dengan suatu syarat atau sebab. Seperti waktu atau sebab-sebab berate diharuskan meninggalkan yang dilarang itu sepanjang bila larangan itu dikaitkan dengan waktu , maka perintah larangan itu berlaku selama ada pada kalimat” janganlah kamu shalat ketika kamu dalam keadaan mabuk{ QS. An-nisa / 4;43}” Kaidah keempat “pada dasarnya larangan itu bermakna fasad {rusak} secara mutlak” Rasulullah saw bersabda” setiap perkara yang tidak ada perintah kami , maka ia tertolak” Dengan demikian segala perkara yang dilarang berarti tidak diperintahkan , dan setiap yang tidak diprintahkan berarti tertolak , dan tertolak berarti batal.{tidak sah. Fasad}hukumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang amr perintah dan nahi larangan, aam’ dan kahs, mutlaq dan muqayyad, mantuq dan mafhum. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian Amar dan Nahi? 2. Apa pengertian Am’ dan Khas? 3. Apa pengertian Mutlaq dan Muqayyad? 4. Apa pengertian Mantuq dan Mafhum? BAB II PEMBAHASAN A. Amar dan Nahi 1. Pengertian dan bentuk-bentuk Amar Menurut mayoritas ulama ushul fiqih, amar adalah suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya.[1] Perintah untuk melakukan suatu perbuatan, seperti dikemukakan oleh Khudari Bik dalam bukunya Tarikh al-Tasyri, disampaikan dalam berbagai redaksi antara lain a. Perintah tegas dengan menggunakan kata amara امر dan yang seakar dengannya. misalnya dalam ayat إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah larang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi ganjaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. QS. An-Nahl/1690 b. Perintah dalam bentuk pemberitaan bahwa perbuatan itu diwajibkan atas seseoarang dalam dengan memakai kata kutiba كتب/diwajibkan. Misalnya, dalam surat al-Baqarah ayat 178 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالأنْثَى بِالأنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah yang diberi maaf membayar diat kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”. QS. al-Baqarah/2178 c. Perintah dengan memakai redaksi pemberitaan jumlah khabariyah, namun yang dimaksud adalah perintah. Misalnya, ayat 228 surat al-Baqarah وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ Artinya “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka para suami itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. QS. al-Baqarah/2228 d. Perintah dengan memakai kata kerja perintah secara langsung. Misalnya, ayat 238 surat al-Baqarah حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ Peliharalah segala salat mu, dan peliharalah shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah dalam salatmu dengan khusyuk. QS. al-Baqarah/2238. e. Perintah dalam bentuk menjanjikan kebaikan yang banyak atas pelakunya. Misalnya, ayat 245 surat al-Baqarah مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik menafkahkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan rezeki dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. QS. al-Baqarah/2245 1 Hukum-Hukum Yang Mungkin Ditunjukkan Oleh Bentuk Amar Suatu bentuk perintah, seperti dikemukakan oleh Muhammad Adib Saleh, Guru Besar Ushul Fiqih Universitas Damaskus, bisa digunakan untuk berbagai pengertian, yaitu antara lain Menunjukkan hukum wajib seperti perintah shalat. a Untuk menjelaskan bahwa sesuatu itu boleh dilakukan seperti ayat 51 surat al-Mukminun يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. al-Mukminun/2351 b Untuk melemahkan, misalnya ayat 23 Surat al-Baqarah وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Al Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muhammad, buatlah satu surat saja yang semisal Al Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. QS. al-Baqarah/223 c Sebagai ejekan dan penghinaan, misalnya firman Allah berkenaan dengan orang yang ditimpa siksa di akhirat nanti sebagai ejekan atas diri mereka dalam surat al-Dukhan ayat 49 ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia. 2 Kaidah-Kaidah Yang Berhubungan Dengan Amar Apabila dalam nash teks syara’ terdapat salah satu dari bentuk perintah tersebut, maka seperti dikemukakan Muhammad Adib Saleh, ada beberapa kaidah yang mungkin bisa diberlakukan. Kaidah pertama meskipun dalam suatu perintah bisa menunjukan bebagai pengertian, namun pada dasarnya suatuperintah menunjukan hukum wajib dilaksanakan kecuali ada indikasi atau dalil yang memalingkannya dari hukum tersebut. Kesimpulan ini, di samping didasarkan atas kesepakatan ahli bahasa, juga atas ayat 62 surat an-Nur yang mengancam dan menyiksa orang-orang yang menyalahi perintah Allah. Adanya ancaman siksaan itu menunjukan bahwa suatu perintah wajib dilaksanakan. Contoh perintah yang terbebas dari indikasi yang memalingkan dari hukum wajib adalah ayat 77 surat an-Nisa ... Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat... Ayat tersebut menunjukkan hukum wajib mendirikan solat lima waktu dan menunaikan zakat. Kaidah kedua adalah suatu perintah haruskah dilakukan berulang kali atau cukup dilakukan sekali saja?, menrt para ulama Ushul Fiqih, pada dasarnya suatu perintah tidak menunjukkan berulang-kali dilakukan kecuali ada dalil untuk itu. Karena suatu perintah hanya menunjukkan perlu terwujudnya perbuatan yang diperintahkan itu dan hal itu sudah bisa tercapai meski pun hanya dilakukan satu kali. Contohnya ayat 196 surat al-Baqarah وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّه... Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. QS. al-Baqarah/2196 Perintah melakukan haji dalam ayat tersebut sudah terpenuhi dengan melakukan satu kali haji selama hidup. Adanya kemestian pengulangan, bukan ditunjukan oleh perintah itusendiri tetapi oleh dalil lain. Misalnya ayat 78 surat al-Isra. Kaidah ketiga adalah suatu perintah haruskah dilakukan sesegera mungkin atau bisa ditunda-tunda? Misalnya pada dalil yang artinya ....Maka berlomba-lombahlah dalam membuat kebaikan... Menurut sebagian ulama, antara lain Abu al-Hasan al-Karkhi. Seperti di nukil Muhammad Adib Shalih, bahwa suatu perintah menunjukkan hukum wajib segera dilakukan. Menurut pendapat ini barang siapa yang tidak segera melakukan di awal waktunya maka ia berdosa. 2. Pengertian dan Bentuk-bentuk Nahi Mayoritas ulama ushul fiqih mendefinisikan nahi sebagai Larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. Dalam melarang suatu perbuatan, seperti disebutkan oleh Muhammad Khudri Bik. Allah juga memakai berbagai ragam bahasa. Diantaranya adalah a Larangan secara tegas dengan memakai kata nahaنهي atau yang seakar dengannya yang secara bahasa berarti melarang. Misalnya surat an-Nahl ayat 90 إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.QS an-Nahl/1690. Nabi Saw bersabda Artinya Dari Abi Sa’id Al-Khudri ia berkata”Saya telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda “barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran hendaklah dia merubahnya dengan tangannya, jika dia tidak mampu, maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya. Namun, yang demikian merubah kemungkaran dengan hati yaitu adalah selemah-lemahnya iman.” Muslim.[2] b Larangan dengan menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan itu diharamkanحرم. Misalnya, ayat 33 surat al-A’raf قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ Katakanlah "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, mengharamkan mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan mengharamkan mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".QS. al-A’raf/733. Dan masih banyak contoh-contoh larangan yang lainnya. 3. Beberapa Kemungkinan Hukum Yang Ditunjukkan Bentuk Nahi Seperti dikemukakan Adib Saleh, bahwa bentuk larangan dalam penggunaannya mungkin menunjukkan berbagai pengertian, antara lain a. Untuk menunjukkan hukum haram misalnya ayat 221 surat al-Baqarah وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik dengan wanita-wanita mukmin sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya perintah-perintah-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. QS. al-Baqarah/2221 b. Sebagai anjuran untuk meninggalkan, misalnya ayat 101 surat al-Maidah يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْ آنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu. Allah memaafkan kamu tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.QS. al-Maidah/5101 c. Penghinaan, contohnya ayat 7 surat al-Tahrin. d. Untuk menyatakan permohonan, misalnya ayat 286 surat al-Baqarah. B. ’Am dan Khas 1. Pengertian Am Am menurut bahasa, artinya merata atau yang umum.[3] Am ialah suatu perkataan yang memberi pengertian umum dan meliputi segala sesuatu yang terkandung dalam perkataan itu hingga tidak terbatas, misalnya Al-Insan yang bearti manusia. Perkataan ini mempunyai pengertian umum. Jadi, semua manusia termasuk dalam tujuan perkataan ini sekali mengucapkkan lafal al-insan bearti meliputi jenis manusia seluruhnya. a. Jenis-Jenis Am Lafal am dapat dibagi menjadi tiga macam 1. Lafal umum yang tidak mungkin ditaksiskan, seperti dalam firman Allah Artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekynya.” Hud6 2. Lafal umum yang dimaksudkan khusus karena adanya bukti tentang kekhususannya, seperti dalam firman Allah Artinya “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah” Ali Imran97 3. Lafal umum yang khusus seperti lafal umum yang tidak ditemui tanda yang menunjukkan ditaksis seperti dalam firman Allah Artinya ”Wanita-wanita yang ditalak hendaknya menahan menunggu tiga kali quru’.” Al-Baqarah228 2. Pengertian Khas Lafal khas yaitu perkataan atau susunan yang mengandung arti tertentu yang tidak umum. Jadi khas adalah kebalikan dari am. Dengan demikian, yang dimaksud dengan khas ialah lafal yang tidak meliputi satu hal tertentu tetapi juga dua, atau beberapa hal tertentu tanpa kepada batasan. Artinya tidak mencangkup semua, namun hanya berlaku untuk sebagian tertentu. Dalam pembahasan ini, ada beberapa iastilah yang erat hubungannya dengan khas, antara lain takhsis dan mukhassis. Takhsis ialah mengeluarkan sebagaian lafal yang berada lingkungan umum menurut batasan yang tidak ditentukan. Sedangkan mukhassis ialah suatau dalil alasan yang menjadi dasar adanya pengeluaran lafal tersebut. C. Mutlaq dan Muqayyad Secara bahasa mutlaq berarti bebas dari ikatan, dan muqayyad berarti terikat.[4] Kata mutlaq menurut istilah seperti dikemukakan Abd al-Wahhab Khallaf, ahli Ushul Fiqih berkebangsaan Mesir, dalam bukunya Ilmu Ushul al-Fiqih, adalah lafal yang menunjukkan suatu kesatuan tanpa dibatasi secara harfiahdengan suatu ketentuan. Seperti misriy seorang mesir, dan rajulun seorang laki-laki, dan sebaliknya lafal muqayyad adalah lafal yang menunjukkan suatu satuan yang secara lafziyah dibatasi dengan suatu ketentuan, misalnya mishriyun muslimun sorang yang berkebangsaan Mesir yang beragama Islam, dan rajulun rasyidun seorang laki-laki yang cerdas. Lafal mutlaq misalnya terdapat pada ayat 234 surat al-Baqarah وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya beridah empat bulan sepuluh hari...... QS. al-Baqarah/2234 Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa azwajan istri-istri yang mati ditinggal suami, masa tunggu mereka iddah selama empat bulan sepuluh hari. Kata azwajan tersebut adalah lafal mutlaq karena tidak membedakan apakah wanita itu sudah pernah digauli suaminya atau belum. Sedangkan contoh lafal muqayyad di antaranya terdapat pada ayat 3 dan 4 surat al-mujadilah وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ.3. فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ4. Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan budak, maka wajib atasnya berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa wajiblah atasnya memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. QS. al-Mujadilah/583-4 Ayat tersebut menjelaskan bahwa yang menjadim kifarat zihar menyerupakan punggung istrinya dengan punggung ibunnya adalah memerdekan seorang hamba sahaya, jika tidak mampu wajib berpuasa selama syahrain mutatabi’ain dua bulan berturu-turut. Dan jika tidak mampu juga berpuasa maka memberi makan 60 orang miskin. Kata syahrain dua bulan, dalam ayat tersebut adalah lafal muqayyad dibatasi dengan mutatabi’ain berturut-turut. Dengan demikian, puasa dua bulan yang menjadi kifarat zihar itu wajib dengan berturut-turut tanpa terputus-putus. D. Mantuq dan Mafhum 1. Pengertian Mantuq dan Mafhum Mantuq, menurut bahasa berarti yang diucapkan, sedang menurut istilah Artinya “apa yang ditunjukkan oleh lafal sesuai dengan yang diucapkan.” Misalnya firman Allah SWT. Artinya ”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan riba.” Al-Baqarah/2275 Adapun Mafhum, menurut bahasa berarti yang dipahami, manurut istilah Artinya “Apa yang ditunjukkan oleh kata tidak sesuai dengan yang diucapkan.” Misalnya firman Allah swt. Artinya”Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ibu dan bapak perkataan “AH”.” AL-Isra’/1723 Kata “Uffin” dalam ayat tersebut berarti mengatakan “AH” atau “HUS” kepada kedua orang tua.[5] Itulah yang disebut makna Mantuq, karena sesuai dengan bunyi ayatnya. Namun dari kata itu dapat diperoleh makna mafhum, atau apa yang dapat dipahami dari kata itu, misalnya kita artikan dengan perbuatan-perbuatan lainnya yang lebih menyakitkan, seperti memukul, menampar, dan lain sebagainya. 2. Macam-macam Mantuq dan Mafhum a. Mantuq dibagi dua, yaitu 1. Mantuq Nas, yaitu lafal atau susunan kalimat yang sudah jelas dan tidak mungkin ditakwilkan kepada arti yang lainnya, selain arti harfiah misalnya maka hendaklah berpuasa 3hari. 2. Mantuq Zahir, yaitu lafal atau susunan kalimat yang memungkinkan untuk ditakwilkan kepada arti lain, selain arti harfiahnya. Misalnya firman Allah Artinya “Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” Ar-Rahman/5527 b. Mafhum dibagi menjadi dua, yaitu 1. Mafhum Muwafaqah. Ada pun pengertian mafhum muafaqah ialah Artinya “Sesuatu yang tidak diucapkan tersirat ada kesamaan dengan yang diucapkan tersurat.” Misalnya, memukul kedua orang tua termasuk perbuatan menyakiti mereka. Membentak kedua orang tua “AH” juga dilarang karena menyakitkan hati mereka jadi, memukul makna tersirat hukumnya sama dengan “AH”. 2. Mafhum Mukhalafah Artinya “Sesuatu yang tidak diucapkan tersirat, berlawanan dengan apa yang diucapkan baik dalam menerapkan hukum maupun meniadakannya.” Misalnya dalam hadis Nabi SAW disebutkan Artinya “ Dalam kambing-kambing yang dikembalakan itu ada zakatnya. Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa kambing-kambing yang tidak digembalakan atau yang diberi makan di kandangnya tidak dikenakan wajab zakat. Mafhaum mukhalafah ini dipahami pula dalil khitab, dan semua mafhum mukhalafah ini dapat dijadikan hujah. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut, 1. Amr adalah Suatu tuntutan perintah untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah kedudukannya. 2. Nahi adalah Larangan melakukan suatu perbuatam dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah tingkatannya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu. 3. Lafal al-’aam adalah lafal yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan afrad yang ada dalam lafal itu tanpa pembatasan jumlah. 4. Khas adalah lafal yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. 5. Mutlaq berarti bebas dari ikatan, dan Muqayyad berarti terikat 6. Mantuq menurut bahasa berarti yang diucapkan sedangkan Mafhum menurut bahasa berarti yang dipahami. DAFTAR PUSTAKA Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 2001. Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008. Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 2008. [1]Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 178. [2]Oneng Nurul Briyah, Materi Hadits, Jakarta Penerbit Kalam Mulia, 2008. hlm. 191. [3]Khairul Uman, Ushul Fiqh II, Bandung CV Pustaka Setia. 61. [4] Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta Kencana Penada Media Group. 206. [5]Musthofa Hadna, Ayo Mengkaji Fikih untuk Madrasah Aliyah kelas XII, Jakarta PT Gelora Aksara Pratama, 2008,